Friday, January 10, 2014

Makalah Filsafat - Pemikiran Rene Descartes

Pemikiran Filsuf Rene Descartes

Pemikiran RENE DESCARTES 

PELETAK DASAR PEMIKIRAN FILSAFAT BARAT MODERN

A.    Biografi Rene Descartes
Di desa La Haye tahun 1596 lahir Rene Descartes (1596-1650), filosof, ilmuwan, matematikus Perancis yang tersohor. Waktu mudanya dia sekolah Yesuit, College La Fleche. Begitu umur dua puluh dia dapat gelar ahli hukum dari Universitas Poitiers walau tidak pernah mempraktekkan ilmunya samasekali. Meskipun Descartes peroleh pendidikan baik, tetapi dia yakin betul tak ada ilmu apa pun yang bisa dipercaya tanpa matematik. Karena itu, bukannya dia meneruskan pendidikan formalnya, melainkan ambil keputusan kelana keliling Eropa dan melihat dunia dengan mata kepala sendiri. Berkat dasarnya berasal dari keluarga berada, mungkinlah dia mengembara kian kemari dengan leluasa dan longgar. Tak ada persoalan duit.

B.     Latar Belakang
  1. Pada akhir abad pertengahan ada dominasi nominalisme dan skeptisisme (semua konsep filosofis hanya label/nama yang beragam atas realitas dan seringkali tidak sama dengan realitas: William Occham). Skeptisme dari Montaigne. Skpetisisme ini melahirkan kritik Martin Luther bahwa “dogmatisme itu berbahaya, karena hanya akan melahirkan setan.” Karena itu, menurutnya satau-satunya kearifan adalah jangan bersikap yakin pada apa pun dan ragukan segala hal.
  2. Pada saat itu, ilmu-ilmu fisika menghasilkan banyak hal baru yang konkret dan pasti (teleskop, termometer, mikroskop, dll). Galilleo Galilei juga memunculkan teori “heliosentrisme” (matahari adalah pusat segala planet) yang bertentangan dengan pandangan Gereja pada waktu itu bahwa “bumi” adalah pusat segala sesuatu. Semua kenyataan ini, mau menunjukkan bahwa seakan-akan dunia Fisika lebih mengandung kepastian (matematis dan geometris).
  3. Descartes (1596-1650) berminat sangat kuat pada Matematika. Ia mengingat pesan Pastor pembimbingnya: “Matematika adalah Ratu segala ilmu.”
  4. Descartes sempat menghayalkan sistem Filsafat yang kokoh: “mathesis iniversalis” (sebuah sistem pemikiran yang kuat dan berlandaskan Matematika).
C.    Gagasan-gagasan atau pemikiran-pemikirannya
  1. Sebagai titik tolak pemikirannya adalah keraguan: segala hal harus kita renungkan dan akhirnya bisa memunculkan kepastian dari hal itu. Sebab yang tinggal adalah “saya yang ragu-ragu.” Inilah kepastian pertama. “Saya ragu-ragu, karena saya berpikir.” Saya yang berpikir ini adalah kepastian kedua. Akhirnya, Cogito ergo sum (saya berpikir, maka saya ada). Semua ini disebutnya sebagai keraguan metodis (dubium methodicum). Pola berpikirnya deduktif atau mengambil kesimpulan mengenai realitas dari konsep-konsep.
  2. Realitas terdiri dari: 1)res cogitans (realitas pemikiran), 2) res extensa (realitas material), dan 3) Tuhan (penjamin pengetahuan). Yang terpenting oleh Descartes adalah res cogintans. Karena ide-ide pengetahuan tidak didapat dari luar pemikiran kita, melainkan dari dalam diri kita sendiri. Mengapa demikian? Karena baginya, sensasi indrawi bisa mengecoh dan tidak dapat dipercaya. Ide-ide pengetahuan sudah ada sejak kita lahir (idea inata). Ide-ide ini muncul kembali secara intuitif dan secara deduktif. Idea-idea ini sebetulnya berasal dari Tuhan secara langsung/ lalu, bagaimana kita tahu ide-ide dan pengetahuan itu dari Tuhan? Caranya: 1) kita tahu, kita makhluk terbatas, tetapi mengapa kita bisa tahu mengenai hal-hal yang takterbatas? Karena itu, pengetahuan semacam ini pastilah berasal dari yang takterbatas itu sendiri yakni: Tuhan; 2) kita tahu kita adalah makhluk taksempurna, tetapi mengapa kita bisa tahu mengenai hal-hal yang sempurna. Karena itu, pengetahuan semacam ini pastilah berasal dari yang sempurna yakni: Tuhan. Akan tetapi, hal ini hanyalah cara kita memahami dengan mempertentangkan yang terbatas dengan yang takterbatas, yang sempurna dengan yang tidak sempurna, dll. Sebenarnya, realitas diri kita yang sebenarnya kita tidak ketahui dengan baik.
  3. Descartes melahirkan dulisme kartesian antara tubuh dan jiwa dimana jiwa manusia seperti hantu dalam sebuah mesin.
D.    Dampak Pemikiran Descartes
  1. Sejak Descartes, ada tendensi bahwa Filsafat cenderung merupakan koherensi (kelogisan) atau soal clara et distincta (terang dan jelas). Akan tetapi, persoalannya adalah hidup seringkali tidak begitu jelas atau ambigu namun real. dengan kata lain, filsafat bisa bagus tetapi tidak realistis.
  2. Sejak saat itu, “mengerti” sama dengan menganalisis. Menganalisis pun berarti membuat konstruksi matematis dan mekanis. Akibatnya, dalam zaman modern, satu-satunya penjelasan yang sahih mengenai realitas adalah penjelasan mekanis-matematis (ilmiah). Lebih lanjut, dalam tendensi (kecenderungan) ini, ilmu-ilmu sosial atau human science haruslah matematis agar menjadi ilmiah. Sehingga IPTEK pun cendrung inhuman (tidak manusiawi).
  3. Ide tentang Tuhan dalam Descartes hanyalah Penjamin Kebenaran. Hal ini membawa tendensi gagasan “Deisme” (Tuhan hanya menciptakan dunia dan isinya, kemudian Ia tidak berbuat apa-apa lagi alias “nganggur”). Akibatnya, terjadi pengurangan suasana tanggung jawab intelektual. Di sisi lain, justru menyuburkan spekulasi rasional individual (metafisika) dengan koherensi logis.
  4. Gagasan Descates bahwa ide hanya muncul dari penalaran (reason), sedangkan sensasi inderawi tidak bisa dipercaya dan tidak bisa melahirkan gagasan, justru menimbulkan pertentangan abadi atau dualisme tubuh dan jiwa (body and mind).
  5. Sejak Descartes, “saya” identik dengan “pikiran” (res cogitans). Seakan-akan yang patut dihargai sebagai the real subject adalah pikiran semata-mata. Akibatnya, alam benda atau material hanyalah objek semata. Tubuh dan bahkan alam semesta hanya menjadi sebuah mesin semata. Yang terjadi adalah desakralisasi atas tubuh dan alam semesta (tidak suci dan tidak penting). Tubuh dan alam adalah wilayah Fisika dan IPTEK. Pikiran masuk dalam wilayah Metafisika. Maka, sah saja, jika segala sistem nilai kurang begitu diperhatikan lagi di era modern. Sejak Descartes, perasaan adalah ide-ide yang kacau (confused ideas) yang masuk dalam res cogitans. Pola berpikir subjek-objek (dikotomis) inilah yang melahirkan krisis-krisis ekologis (hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan (kondisi) alam sekitarnya) dan krisis humanisasi / dehumanisasi melalui IPTEK.
  6. Ketika “saya” hanya sama dengan pikiran, maka yang terjadi adalah desakralisasi tubuh dan alam. Maka pembantaian terhadap manusia (mutilasi, genocide,dll) bukan lagi menjadi hal yang luar biasa. Mengapa? Karena tubuh manusia hanya menjadi material belaka.
  7. Lama  kelamaan Rasionalisme Descartesian akhirnya (abad ke-20) berujung pada irasionalisme modern (Horkheimer). Artinya, hidup, pikiran, selera, perilaku dan gaya hidup sedemikian dikuasai dan dikendalikan oleh mekanisme pasar yang konsumeristis. Orang membeli sesuatu karena “merk-nya” bukan karena kualitasnya. Maka, kelak di akhir abad ke-20, dan awal abad ke-21, Filsafat didorong untuk mengubah haluan ke arah yang baru. Yang baru di sini, salah satunya dibahas dalam Filsafat Postmodernisme secara khusus yakni: tubuh, rasa dan intuisi. Imajinasi juga mendapat tempat yang penting dalam Filsafat Postmodernisme.

Sumber:
http://filsafat.kompasiana.com/2011/06/04/seri-filsafat-rene-descartes-dupperon-peletak-dasar-pemikiran-filsafat-barat-modern/



Makalah Filsafat - Pemikiran Filsafat Al-Kindi

Makalah Filsafat Al-Kindi


AL-KINDI

A.      Riwayat Hidup
Al-Kindi lahir pada tahun 809 M / 185 H, Nama sebenarnya adalah Abu Yusuf Ya`qub ibn Ishaq ibn Shabbah ibn Imran ibn Isma`il ibn Muhammad ibn al-Asy’ath ibn Qais al-Kindi. Ia adalah keturunan suku Kindah, Arab selatan yang merupakan salah satu suku Arab besar pra-Islam. Ayahnya Ishak Al-Shabbah adalah seorang gubernur Kuffah di masa Khalifah Al-Mahdi (775-785 M) dan Khalifah Ar-Rasyid (786-809 M). Ia lahir ditengah keluarga yang kaya akan informasi kebudayaan dan berderajat tinggi serta terhormat di mata masyarakat. Al-Kindi hidup selama masa pemerintahan Daulah Abbasiyah, yaitu al-Amin (809-813M), al-Ma’mun (813-833M), al-Mu’tasim (833-842M), al-Watiq (842-847M), dan al-Mutawakil (847-841M).
B.       Pemikiran Filsafat Al-Kindi
1)      Talfiq
Al-Kindi berusaha memadukan (talfiq) antara agama dan filsafat. Menurut Al-Kindi, filsafat adalah pengetahuan yang benar. Al-Quran yang membawa argumen-argumen yang lebih menyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat. Karena itu, mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang, bahkan teologi merupakan bagian dari filsafat, sedangkan umat Islam diwajibkan mempelajari teologi. Al-Kindi menjelaskan dalam karyanya Kammiyah Kutub Aristoteles, sebagai berikut:
a)         Filsafat termasuk humaniora (pengetahuan yang mencakub filsafat, kajian, moral, seni, sejarah dan bahasa) yang dicapai filsuf dengan berfikir, belajar, sedangkan agama adalah ilmu keTuhanan yang menempati tempat tertinggi karena diperoleh tanpa melalui proses belajar dan diterima secara langsung oleh para Rasul dalam bentuk wahyu.
b)        Jawaban filsafat menunjukkan ketidakpastian (semu) dan memerlukan berfikir atau perenungan. Sedangkan agama lewat dalil-dalilnya yang dibawa al-Quran memberi jawaban secara pasti dan menyakinkan secara pasti dan menyakinkan dengan mutlak.
c)         Filsafat menggunakan metode logika, sedangkan agama mendekatinya dengan keimanan.
2)      Metafisika
Bagi Al-Kindi, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mulia. Filsafatnya tentang keesaan Tuhan selain didasarkan pada wahyu juga pada usul filosofis. Dalam pandangan filsafat Al-Kindi, Tuhan tidak merupakan genus atau species. Tuhan adalah Pencipta. Tuhan adalah yang Benar Pertama (al-Haqq al-Awwal) dan Yang Benar Tunggal. Al-Kindi juga menolak pendapat yang menganggap sifat-sifat Tuhan itu berdiri sendiri. Tuhan haruslah merupakan keesaan mutlak. Bukan keesaan metaforis (perbandingan suatu benda dengan benda lain yang punya sifat sama) yang hanya berlaku pada obyek-obyek yang dapat ditangkap indera.
Adapun mengenai ketuhanan, bagi Al-Kindi, Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud lain. Tuhan adalah Maha Esa yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak ada zat lain yang menyamai-Nya dalam segala aspek. Sebagai pencipta dunia, sifat Tuhan yang utama adalah Esa). Jika pencipta dunia lebih dari satu, maka masing-masing sekutunya akan membagi satu karekteristik yang umum dengan yang lain, dan diantara mereka harus dibedakan beberapa sifat, akibatnya pencipta ini haruslah merupakan gabungan. Mengenai kekuasaan Tuhan dan kebijaksanaan-Nya apabila direnungkan, kita akan merasa kagum karena begitu rasional dan harmonis dalam penataan alam semesta.
3)      Jiwa
Adapun tentang jiwa, menurut Al-Kindi tidak tersusun, mempunyai arti penting, sempurna, dan mulia. Substansi roh berasal dari substansi Tuhan. Hubungan dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifa spiritual,Ilahiah, terpisah dan berbeda dari tubuh.
Jiwa atau roh adalah salah satu pembahasan Al-Kindi. Ia juga merupakan filosof Muslim pertama yang membahas hakikat roh secara terperinci.Al-Kindi membagi roh atau jiwa ke dalam tiga daya, yakni daya nafsu, daya pemarah, dan daya berpikir. Menurutnya, daya yang paling penting adalah daya berpikir, karena bisa mengangkat eksistensi manusia ke derajat yang lebih tinggi.
Al-Kindi juga membagi akal mejadi tiga, yakni akal yang bersifat potensial, akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi aktual, dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas.Akal yang bersifat potensial, papar Al-Kindi, tak bisa mempunyai sifat aktual, jika tak ada kekuatan yang menggerakkannya dari luar. Oleh karena itu, menurut Al-Kindi, masih ada satu macam akal lagi, yakni akal yang selamanya dalam aktualitas.
Akal yang bersifat potensial tidak dapat keluar menjadi actual jika tidak ada kekuatan yang menggerakkannya dari luar. Akal yang selamanya dalam aktualisasi inilah yang menggerakkan potensial menjadi actual.

4)      Moral
Menurut Al-Kindi, filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri dan bahwa seorang filsuf wajib menempuh hidup susila. Hikmah sejati membawa pengetahuan serta pelaksanaan keutamaan. Kebijaksanaan tidak dicari untuk diri sendiri (Aristoteles), melainkan untuk hidup bahagia.
Dalam kesesakan jiwa, filsafat menghiburnya dan mengarahkannya untuk melatih kekangan, keberanian dan hikmah dalam keseimbangan sebagai keutamaan pribadi. Dan keadilan untuk meningkatkan tata Negara yang sejahtera.
C.       Karyanya
Sebagai seorang filsuf yang sangat produktif, berdasarkan informasi yang diperoleh dari Tony Aboud, selama hidupnya al-Kindi kira-kira telah merampungkan sekitar 200 hingga 270 buku dan artikel dalam berbagai bidang ilmu. Dalam bidang filsafat diantaranya adalah:
  1. Kitab al-Kindi ila al-Mu’tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula (tentang filsafat pertama);
  2. Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiqiyyah wa al-Muqtashah wa ma Fawqa al-Thabi’iyyah (tentang filsafat yang diperkenalkan dan masalah-masalah logika dan muskil serta metafisika);
  3. Kitab fi Annahu la Tanalu al-Falsafah illa bi ‘Ilmi al-Riyadliyyah (tentang filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matematika);
  4. Kitab fi Qashd Aristhathalis fi al-Maqulat (tentang maksud Aristoteles dalam kategori-kategorinya);
  5. Kitab fi Ma’iyyah al-‘Ilm wa Aqsamihi (tentang ilmu pengetahuan dan klasifikasinya);
  6. Risalah fi Hudud al-Asyya’ wa Rusumiha (tentang definisi benda-benda dan uraiannya);
  7. Risalah fi Annahu Jawahir la Ajsam (tentang substansi-substansi tanpa badan);
  8. Kitab fi Ibarah al-Jawami’ al-Fikriyah (tentang ungkapan-ungkapan mengenai ide-ide komprehensif);
  9. Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al_ruhaniyah ( sebuah tulisan filosofis tentang rahasia spiritual);
  10. Risalah fi al-Ibanah ‘an al-‘Illat al-Fa’ilat al-Qaribah li al-Kawn wa al-Fasad (tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam kerusakan).

Sumber:
http://semilicity.wordpress.com/2009/04/24/al-kindi-dan-pemikiran-filsafatnya/
http://irfanabdurahman.blogspot.com/2010/06/pemikiran-filsafat-al-kindi.html

Makalah Filsafat Umum - Pemikiran THALES, ANAXIMANDER dan ANAXIMENES


THALES, ANAXIMANDER dan ANAXIMENES


1.     THALES
1.1.      Biografi Thales
Thales (624-546 SM) lahir di kota Miletos yang merupakan tanah perantauan orang-orang Yunani di Asia Kecil. Situasi Miletos yang makmur memungkinkan orang-orang di sana untuk mengisi waktu dengan berdiskusi dan berpikir tentang segala sesuatu. Hal itu merupakan awal dari kegiatan berfilsafat sehingga tidak mengherankan bahwa para filsuf Yunani pertama lahir di tempat ini.[1]
Thales adalah seorang saudagar yang sering berlayar ke Mesir. Di Mesir, Thales mempelajari ilmu ukur dan membawanya ke Yunani. Ia dikatakan dapat mengukur piramida dari bayangannya saja. Selain itu, ia juga dapat mengukur jauhnya kapal di laut dari pantai. Kemudian Thales menjadi terkenal setelah berhail memprediksi terjadinya gerhana matahari pada tanggal 28 Mei tahun 585 SM. Thales dapat melakukan prediksi tersebut karena ia mempelajari catatan-catatan astronomis yang tersimpan di Babilonia sejak 747 SM.[2]
Thales adalah seorang filsuf yang mengawali sejarah filsafat Barat pada abad ke-6 SM. Sebelum Thales, pemikiran Yunani dikuasai cara berpikir mitologis dalam menjelaskan segala sesuatu. Pemikiran Thales dianggap sebagai kegiatan berfilsafat pertama karena mencoba menjelaskan dunia dan gejala-gejala di dalamnya tanpa bersandar pada mitos melainkan pada rasio manusia. Ia juga dikenal sebagai salah seorang dari Tujuh Orang Bijaksana (dalam bahasa Yunani hoi hepta sophoi), yang oleh Aristoteles diberi gelar 'filsuf yang pertama'. Selain sebagai filsuf, Thales juga dikenal sebagai ahli geometri, astronomi, dan politik. Bersama denganAnaximandros dan Anaximenes, Thales digolongkan ke dalam Mazhab Miletos.[3]
1.2.      Pemikiran Thales
Thales menyatakan bahwa air adalah prinsip dasar (dalam bahasa Yunani arche) segala sesuatu. Air menjadi pangkal, pokok, dan dasar dari segala-galanya yang ada di alam semesta. Berkat kekuatan dan daya kreatifnya sendiri, tanpa ada sebab-sebab di luar dirinya, air mampu tampil dalam segala bentuk, bersifat mantap, dan tak terbinasakan. Argumentasi Thales terhadap pandangan tersebut adalah bagaimana bahan makanan semua makhluk hidup mengandung air dan bagaimana semua makhluk hidup juga memerlukan air untuk hidup. Selain itu, air adalah zat yang dapat berubah-ubah bentuk (padat, cair, dan gas) tanpa menjadi berkurang.
Selain itu, ia juga mengemukakan pandangan bahwa bumi terletak di atas air. Bumi dipandang sebagai bahan yang satu kali keluar dari laut dan kemudian terapung-apung di atasnya.
Thales berpendapat bahwa segala sesuatu di jagat raya memiliki jiwa. Jiwa tidak hanya terdapat di dalam benda hidup tetapi juga benda mati. Teori tentang materi yang berjiwa ini disebut hylezoisme. Argumentasi Thales didasarkan pada magnet yang dikatakan memiliki jiwa karena mampu menggerakkan besi.
Di dalam geometri, Thales dikenal karena menyumbangkan apa yang disebut teorema Thales, kendati belum tentu seluruhnya merupakan buah pikiran aslinya. Teorema Thales berisi sebagai berikut:
 
Jika AC adalah sebuah diameter, maka sudut Badalah selalu sudut siku-siku

a.         Sebuah lingkaran terbagi dua sama besar oleh diameternya.
b.         Sudut bagian dasar dari sebuah segitiga samakaki adalah sama besar.
c.         Jika ada dua garis lurus bersilangan, maka besar kedua sudut yang saling berlawanan akan sama.
d.        Sudut yang terdapat di dalam setengah lingkaran adalah sudut siku-siku.
e.         Sebuah segitiga terbentuk bila bagian dasarnya serta sudut-sudut yang bersinggungan dengan bagian dasar tersebut telah ditentukan.
Berdasarkan catatan Herodotus, Thales pernah memberikan nasihat kepada orang-orang Ionia yang sedang terancam oleh serangan dari Kerajaan Persia pada pertengahan abad ke-6 SM. Thales menyarankan orang-orang Ionia untuk membentuk pusat pemerintahan dan administrasi bersama di kota Teos yang memiliki posisi sentral di seluruh Ionia. Di dalam sistem tersebut, kota-kota lain di Ionia dapat dianggap seperti distrik dari keseluruhan sistem pemerintahan Ionia. Dengan demikian, Ionia telah menjadi sebuah polis yang bersatu dan tersentralisasi.[4]
1.3.      Sumbangsih
Dari riwayat yang sangat singkat ini kami dapat kita ketahui sumbangsih Thales yang menyatakan bahwa bumi dipandang sebagai bahan yang satu kali keluar dari laut dan kemudian terapung-apung di atasnya, segala sesuatu di jagat raya memiliki jiwa, di dalam geometri, Thales dikenal karena menyumbangkan apa yang disebut teorema Thales, kendati belum tentu seluruhnya merupakan buah pikiran aslinya. Teorema Thales.

2.      Anaximander
2.1.      Biografi Anaximander
Anaximander adalah murid Thales yang setia. Ia hidup sekitar 610-546 SM. Ia lima belas tahun lebih muda dari Thales, tetapi meninggal dua tahun lebih dahulu. Sebagai seorang filosof ia lebih besar daripada gurunya. Ia juga ahli astronomi dan ahli ilmu bumi. Ia konon adalah orang pertama yang membuat peta bumi.[5]
Selain itu, Anaximandros telah menemukan, atau mengadaptasi, suatu jam matahari sederhana yang dinamakan gnomon (tongkat penunjuk yang dipasang di tanah datar untuk menghitung waktu), kelak teknik ini menjadi dasar terciptanya piringan matahari (sundial) guna menentukan waktu. Ditambah lagi, ia mampu memprediksi kapan terjadi gempa bumi. Kemudian ia juga menyelidiki fenomena-fenomena alam seperti gerhana, petir, dan juga mengenai asal mula kehidupan, termasuk asal-mula manusia.[6]
2.2.      Pemikiran Anaximander
Anaximander menyatakan bahwa dunia ini hanyalah salah satu dari banyak sekali dunia yang muncul dan sirna di dalam sesuatu yang disebutnya sebagai yang tak terhingga. Pemikiran ini sebenarnya merupakan kritik pada pandangan gurunya (Thales) mengenai air sebagai prinsip dasar (arche) segala sesuatu. Menurutnya, bila air merupakan prinsip dasar segala sesuatu, maka seharusnya air terdapat di dalam segala sesuatu, dan tidak ada lagi zat yang berlawanan dengannya. Anaximandros mengatakan bahwa prinsip dasar segala sesuatu adalah to apeiron.
To apeiron berasal dari bahasa yunani: a (tidak) dan eras (batas). Ia merupakan suatu prinsip abstrak yang menjadi prinsip dasar segala sesuatu. Ia bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan, dan meliputi segala sesuatu. Dari prinsip inilah berasal segala sesuatu yang ada di dalam jagad raya sebagai unsur-unsur yang berlawanan (yang panas dan dingin, yang kering dan yang basah, malam dan terang). Kemudian kepada prinsip ini juga semua pada akhirnya akan kembali.[7]
Menurut beliau semua ciptaan itu terbatas. Disamping itu pikiran logisnya mengatakan bahwa sesuatu yang muncul sebelum dan sesudah benda-benda tersebut pastilah “tak terbatas”. Dan jelas sekali zat itu bukanlah sesuatu itu yang biasa seperti air. (dan barangkali karena tidak menemukan yang “tak terbatas” itulah kemudian muncul konsep “Tuhan” sekarang ini).
Anaximander juga berbicara tentang terjadinya makhluk hidup di bumi, menurut pendapatnya bahwa pada awalnya bumi diliputi air semata-mata. Karena itu, makhluk hidup pertama yang ada di bumi adalah hewan yang hidup dalam air, misalnya makhluk seperti ikan. Karena panas yang ada di sekitar bumi, ada laut yang mengering dan menjadi daratan.[8]
Di ditulah, mulai ada makhluk-makhluk lain yang naik ke daratan dan mulai berkembang di darat. Ia berargumentasi bahwa tidak mungkin manusia yang menjadi makhluk pertama yang hidup di darat sebab bayi manusia memerlukan asuhan orang lain pada fase awal kehidupannya. Karena itu, pastilah makhluk pertama yang naik ke darat adalah sejenis ikan yang beradaptasi di daratan dan kemudian menjadi manusia.[9]
2.3.      Sumbangsih
Dari riwayat yang sangat singkat ini sulit menentukan sumbangsih Anaximander, namun kiprahnya adalah merintis studi tentang bola dan membuat globe yang tentunya masih sangat sederhana layak dianggap peran penting Anaximander.

3.      Anaximenes
3.1.      Biografi Anaximenes
Tentang riwayat hidupnya, tidak banyak yang diketahui. Anaximenes mulai terkenal sekitar tahun 545 SM, sedangkan tahun kematiannya diperkirakan sekitar tahun 528/526 SM. Ia diketahui lebih muda dari Anaximandros. Ia menulis satu buku, dan dari buku tersebut hanya satu fragmen yang masih tersimpan hingga kini.[10]
3.2.      Pemikiran Anaximenes
Tidak seperti air yang tidak terdapat di api (pemikiran Anximender), udara merupakan zat yang terdapat di dalam semua hal, baik air, api, manusia, maupun segala sesuatu. Karena itu, Anaximenes berpendapat bahwa udara adalah prinsip dasar segala sesuatu. Udara adalah zat yang menyebabkan seluruh benda muncul, telah muncul, atau akan muncul sebagai bentuk lain. Perubahan-perubahan tersebut berproses dengan prinsip "pemadatan dan pengenceran" (condensation and rarefaction). Bila udara bertambah kepadatannya maka muncullah berturut-turut angin, air, tanah, dan kemudian batu. Sebaliknya, bila udara mengalami pengenceran, maka yang timbul adalah api. Proses pemadatan dan pengenceran tersebut meliputi seluruh kejadian alam, sebagaimana air dapat berubah menjadi es dan uap.[11]
Dia berkata bahwa pembentukan alam semesta adalah dari proses pemadatan dan pengenceran udara yang membentuk air, tanah, batu, dan sebagainya. Bumi, menurut Anaximenes, berbentuk datar, luas, dan tipis, hampir seperti sebuah meja. Bumi dikatakan melayang di udara sebagaimana daun melayang di udara. Benda-benda langit seperti bulan, bintang, dan matahari juga melayang di udara dan mengelilingi bumi. Benda-benda langit tersebut merupakan api yang berada di langit, yang muncul karena pernapasan basah dari bumi. Bintang-bintang tidak memproduksi panas karena jaraknya yang jauh dari bumi. Ketika bintang, bulan, dan matahari tidak terlihat pada waktu malam, itu disebabkan mereka tersembunyi di belakang bagian-bagian tinggi dari bumi ketika mereka mengitari bumi. Kemudian awan-awan, hujan, salju, dan fenomena alam lainnya terjadi karena pemadatan udara.[12]
Jiwa manusia dipandang sebagai kumpulan udara saja. Buktinya, manusia perlu bernafas untuk mempertahankan hidupnya. Jiwa adalah yang mengontrol tubuh dan menjaga segala sesuatu pada tubuh manusia bergerak sesuai dengan yang seharusnya. Karena itu, untuk menjaga kelangsungan jiwa dan tubuh. Di sini, Anaximenes mengemukakan persamaan antara tubuh manusia dengan jagat raya berdasarkan kesatuan prinsip dasar yang sama, yakni udara. Tema tubuh sebagai mikrokosmos (jagat raya kecil) yang mencerminkan jagat raya sebagai makrokosmos adalah tema yang akan sering dibicarakan di dalam Filsafat Yunani. Akan tetapi, Anaximenes belum menggunakan istilah-istilah tersebut di dalam pemikiran filsafatnya.[13]
3.3.      Sumbangsih
Dari periwayatan tersebut, dapat kita pahami menurut Anaximenes bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini tercipta dari udara. Udara merupakan zat yang terdapat di dalam semua hal, baik air, api, manusia, maupun segala sesuatu. Karena itu, Anaximenes berpendapat bahwa udara adalah prinsip dasar segala sesuatu.


[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Thales Diakses 28 Maret 2011 Pukul: 11.15
[3] Ibid.
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Thales. Diakses 28 Maret 2011 Pukul: 11.15
[5]http://erliyan.wordpress.com/2011/02/03/anaximandros/yang-tak-terbatas%/. Diakses 28 Maret 2011, 11.15 WIB
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Anaximandros/. Diakses 28 Maret 2011, 11.15 WIB
[7] http://thebiografis.wordpress.com/2010/08/02/anaximandros-610-%E2%80%93-547/ Diakses 28 Maret 2011, 11.15 WIB
[8] Ibid.
[9] http://erliyan.wordpress.com/2011/02/03/anaximandros/yang-tak-terbatas%/. Diakses 28 Maret 2011, 11.15 WIB
[10] http://id.wikipedia.org/wiki/Anaximenes. Diakses 28 Maret 2011, 11.15 WIB
[11] http://id.wikipedia.org/wiki/Anaximenes. Diakses 28 Maret 2011, 11.15 WIB
[12] http://thebiografis.wordpress.com/2010/08/02/anaximenes-545-sm/ Diakses 28 Maret 2011, 11.15 WIB