THALES, ANAXIMANDER dan ANAXIMENES
1.
THALES
1.1.
Biografi Thales
Thales (624-546 SM) lahir di kota Miletos yang merupakan tanah perantauan
orang-orang Yunani di Asia Kecil. Situasi Miletos yang makmur memungkinkan
orang-orang di sana
untuk mengisi waktu dengan berdiskusi dan berpikir tentang segala sesuatu. Hal
itu merupakan awal dari kegiatan berfilsafat sehingga tidak mengherankan bahwa
para filsuf Yunani pertama lahir di tempat ini.[1]
Thales adalah seorang saudagar yang sering berlayar ke
Mesir. Di Mesir, Thales mempelajari ilmu ukur dan membawanya ke Yunani. Ia
dikatakan dapat mengukur piramida dari bayangannya saja. Selain itu, ia juga
dapat mengukur jauhnya kapal di laut dari pantai. Kemudian Thales menjadi
terkenal setelah berhail memprediksi terjadinya gerhana matahari pada tanggal
28 Mei tahun 585 SM. Thales dapat melakukan prediksi tersebut karena ia
mempelajari catatan-catatan astronomis yang tersimpan di Babilonia sejak 747
SM.[2]
Thales adalah seorang filsuf yang mengawali sejarah
filsafat Barat pada abad ke-6 SM. Sebelum Thales, pemikiran Yunani dikuasai
cara berpikir mitologis dalam menjelaskan segala sesuatu. Pemikiran Thales
dianggap sebagai kegiatan berfilsafat pertama karena mencoba menjelaskan dunia
dan gejala-gejala di dalamnya tanpa bersandar pada mitos melainkan pada rasio
manusia. Ia juga dikenal sebagai salah seorang dari Tujuh Orang Bijaksana
(dalam bahasa Yunani hoi hepta sophoi), yang oleh Aristoteles diberi gelar
'filsuf yang pertama'. Selain sebagai filsuf, Thales juga dikenal sebagai ahli
geometri, astronomi, dan politik. Bersama denganAnaximandros dan Anaximenes,
Thales digolongkan ke dalam Mazhab Miletos.[3]
1.2.
Pemikiran Thales
Thales menyatakan bahwa air adalah prinsip dasar
(dalam bahasa Yunani arche) segala sesuatu. Air menjadi pangkal, pokok, dan
dasar dari segala-galanya yang ada di alam semesta. Berkat kekuatan dan daya
kreatifnya sendiri, tanpa ada sebab-sebab di luar dirinya, air mampu tampil
dalam segala bentuk, bersifat mantap, dan tak terbinasakan. Argumentasi Thales
terhadap pandangan tersebut adalah bagaimana bahan makanan semua makhluk hidup
mengandung air dan bagaimana semua makhluk hidup juga memerlukan air untuk hidup.
Selain itu, air adalah zat yang dapat berubah-ubah bentuk (padat, cair, dan
gas) tanpa menjadi berkurang.
Selain itu, ia juga mengemukakan pandangan bahwa bumi
terletak di atas air. Bumi dipandang sebagai bahan yang satu kali keluar dari
laut dan kemudian terapung-apung di atasnya.
Thales berpendapat bahwa segala sesuatu di jagat raya
memiliki jiwa. Jiwa tidak hanya terdapat di dalam benda hidup tetapi juga benda
mati. Teori tentang materi yang berjiwa ini disebut hylezoisme. Argumentasi
Thales didasarkan pada magnet yang dikatakan memiliki jiwa karena mampu
menggerakkan besi.
Di dalam geometri, Thales dikenal karena menyumbangkan
apa yang disebut teorema Thales, kendati belum tentu seluruhnya merupakan buah
pikiran aslinya. Teorema Thales berisi sebagai berikut:
Jika AC adalah sebuah diameter, maka sudut Badalah selalu sudut siku-siku
a.
Sebuah lingkaran terbagi dua sama
besar oleh diameternya.
b.
Sudut bagian dasar dari sebuah
segitiga samakaki adalah sama besar.
c.
Jika ada dua garis lurus
bersilangan, maka besar kedua sudut yang saling berlawanan akan sama.
d.
Sudut yang terdapat di dalam
setengah lingkaran adalah sudut siku-siku.
e.
Sebuah segitiga terbentuk bila
bagian dasarnya serta sudut-sudut yang bersinggungan dengan bagian dasar
tersebut telah ditentukan.
Berdasarkan catatan Herodotus, Thales pernah
memberikan nasihat kepada orang-orang Ionia yang sedang terancam oleh serangan
dari Kerajaan Persia pada pertengahan abad ke-6 SM. Thales menyarankan
orang-orang Ionia untuk membentuk pusat pemerintahan dan administrasi bersama
di kota Teos yang memiliki posisi sentral di seluruh Ionia. Di dalam sistem
tersebut, kota-kota lain di Ionia dapat dianggap seperti distrik dari keseluruhan
sistem pemerintahan Ionia . Dengan demikian, Ionia telah menjadi sebuah polis yang bersatu dan
tersentralisasi.[4]
1.3.
Sumbangsih
Dari riwayat yang sangat singkat ini kami dapat kita ketahui
sumbangsih Thales yang menyatakan bahwa bumi dipandang sebagai bahan
yang satu kali keluar dari laut dan kemudian terapung-apung di atasnya, segala
sesuatu di jagat raya memiliki jiwa, di dalam geometri, Thales dikenal karena
menyumbangkan apa yang disebut teorema Thales, kendati belum tentu seluruhnya
merupakan buah pikiran aslinya. Teorema Thales.
2. Anaximander
2.1.
Biografi
Anaximander
Anaximander adalah murid Thales yang setia. Ia hidup sekitar 610-546 SM.
Ia lima belas
tahun lebih muda dari Thales, tetapi meninggal dua tahun lebih dahulu. Sebagai
seorang filosof ia lebih besar daripada gurunya. Ia juga ahli astronomi dan
ahli ilmu bumi. Ia konon adalah orang pertama yang membuat peta bumi.[5]
Selain itu, Anaximandros telah menemukan, atau mengadaptasi, suatu jam
matahari sederhana yang dinamakan gnomon (tongkat penunjuk yang
dipasang di tanah datar untuk menghitung waktu), kelak teknik ini menjadi dasar
terciptanya piringan matahari (sundial) guna menentukan waktu. Ditambah lagi,
ia mampu memprediksi kapan terjadi gempa bumi. Kemudian ia juga menyelidiki
fenomena-fenomena alam seperti gerhana, petir, dan juga mengenai asal mula
kehidupan, termasuk asal-mula manusia.[6]
2.2.
Pemikiran Anaximander
Anaximander menyatakan bahwa dunia ini hanyalah salah satu dari banyak
sekali dunia yang muncul dan sirna di dalam sesuatu yang disebutnya sebagai
yang tak terhingga. Pemikiran ini sebenarnya merupakan kritik pada pandangan
gurunya (Thales) mengenai air sebagai prinsip dasar (arche) segala
sesuatu. Menurutnya, bila air merupakan prinsip dasar segala sesuatu, maka seharusnya
air terdapat di dalam segala sesuatu, dan tidak ada lagi zat yang berlawanan
dengannya. Anaximandros mengatakan bahwa prinsip dasar segala sesuatu adalah to
apeiron.
To apeiron berasal dari bahasa yunani: a (tidak) dan eras (batas). Ia merupakan
suatu prinsip abstrak yang menjadi prinsip dasar segala sesuatu. Ia bersifat
ilahi, abadi, tak terubahkan, dan meliputi segala sesuatu. Dari prinsip inilah
berasal segala sesuatu yang ada di dalam jagad raya sebagai unsur-unsur yang
berlawanan (yang panas dan dingin, yang kering dan yang basah, malam dan
terang). Kemudian kepada prinsip ini juga semua pada akhirnya akan kembali.[7]
Menurut beliau semua ciptaan itu terbatas. Disamping itu pikiran logisnya
mengatakan bahwa sesuatu yang muncul sebelum dan sesudah benda-benda tersebut
pastilah “tak terbatas”. Dan jelas sekali zat itu bukanlah sesuatu itu yang
biasa seperti air. (dan barangkali karena tidak menemukan yang “tak terbatas”
itulah kemudian muncul konsep “Tuhan” sekarang ini).
Anaximander juga berbicara tentang terjadinya makhluk hidup di bumi,
menurut pendapatnya bahwa pada awalnya bumi diliputi air semata-mata. Karena
itu, makhluk hidup pertama yang ada di bumi adalah hewan yang hidup dalam air,
misalnya makhluk seperti ikan. Karena panas yang ada di sekitar bumi, ada laut
yang mengering dan menjadi daratan.[8]
Di ditulah, mulai ada makhluk-makhluk lain yang naik ke daratan dan mulai
berkembang di darat. Ia berargumentasi bahwa tidak mungkin manusia yang menjadi
makhluk pertama yang hidup di darat sebab bayi manusia memerlukan asuhan orang
lain pada fase awal kehidupannya. Karena itu, pastilah makhluk pertama yang
naik ke darat adalah sejenis ikan yang beradaptasi di daratan dan kemudian
menjadi manusia.[9]
2.3.
Sumbangsih
Dari riwayat yang sangat singkat ini sulit menentukan sumbangsih
Anaximander, namun kiprahnya adalah merintis studi tentang bola dan membuat
globe yang tentunya masih sangat sederhana layak dianggap peran penting
Anaximander.
3. Anaximenes
3.1.
Biografi Anaximenes
Tentang riwayat hidupnya, tidak banyak yang diketahui.
Anaximenes mulai terkenal sekitar tahun 545 SM, sedangkan tahun kematiannya
diperkirakan sekitar tahun 528/526 SM. Ia diketahui lebih muda dari
Anaximandros. Ia menulis satu buku, dan dari buku tersebut hanya satu fragmen
yang masih tersimpan hingga kini.[10]
3.2.
Pemikiran
Anaximenes
Tidak seperti air yang tidak terdapat di api
(pemikiran Anximender), udara merupakan zat yang terdapat di dalam semua hal,
baik air, api, manusia, maupun segala sesuatu. Karena itu, Anaximenes
berpendapat bahwa udara adalah prinsip dasar segala sesuatu. Udara adalah zat
yang menyebabkan seluruh benda muncul, telah muncul, atau akan muncul sebagai
bentuk lain. Perubahan-perubahan tersebut berproses dengan prinsip "pemadatan
dan pengenceran" (condensation and
rarefaction). Bila udara bertambah kepadatannya maka muncullah
berturut-turut angin, air, tanah, dan kemudian batu. Sebaliknya, bila udara
mengalami pengenceran, maka yang timbul adalah api. Proses pemadatan dan pengenceran
tersebut meliputi seluruh kejadian alam, sebagaimana air dapat berubah menjadi
es dan uap.[11]
Dia berkata bahwa pembentukan alam semesta adalah dari
proses pemadatan dan pengenceran udara yang membentuk air, tanah, batu, dan
sebagainya. Bumi, menurut Anaximenes, berbentuk datar, luas, dan tipis, hampir
seperti sebuah meja. Bumi dikatakan melayang di udara sebagaimana daun melayang
di udara. Benda-benda langit seperti bulan, bintang, dan matahari juga melayang
di udara dan mengelilingi bumi. Benda-benda langit tersebut merupakan api yang
berada di langit, yang muncul karena pernapasan basah dari bumi.
Bintang-bintang tidak memproduksi panas karena jaraknya yang jauh dari bumi.
Ketika bintang, bulan, dan matahari tidak terlihat pada waktu malam, itu disebabkan
mereka tersembunyi di belakang bagian-bagian tinggi dari bumi ketika mereka
mengitari bumi. Kemudian awan-awan, hujan, salju, dan fenomena alam lainnya terjadi
karena pemadatan udara.[12]
Jiwa manusia dipandang sebagai kumpulan udara saja.
Buktinya, manusia perlu bernafas untuk mempertahankan hidupnya. Jiwa adalah
yang mengontrol tubuh dan menjaga segala sesuatu pada tubuh manusia bergerak sesuai
dengan yang seharusnya. Karena itu, untuk menjaga kelangsungan jiwa dan tubuh.
Di sini, Anaximenes mengemukakan persamaan antara tubuh manusia dengan jagat
raya berdasarkan kesatuan prinsip dasar yang sama, yakni udara. Tema tubuh
sebagai mikrokosmos (jagat raya kecil) yang mencerminkan jagat raya sebagai
makrokosmos adalah tema yang akan sering dibicarakan di dalam Filsafat Yunani.
Akan tetapi, Anaximenes belum menggunakan istilah-istilah tersebut di dalam
pemikiran filsafatnya.[13]
3.3.
Sumbangsih
Dari periwayatan tersebut, dapat kita pahami menurut
Anaximenes bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini tercipta dari udara.
Udara merupakan zat yang terdapat di dalam semua hal, baik air, api, manusia,
maupun segala sesuatu. Karena itu, Anaximenes berpendapat bahwa udara adalah
prinsip dasar segala sesuatu.
[1]http://erliyan.wordpress.com/2011/01/289Cthales%E2%80%9D-the-first-philosophers/
Diakses 28 Maret 2011 Pukul: 11.15
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Thales
Diakses 28 Maret 2011 Pukul: 11.15
[3] Ibid.
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Thales.
Diakses 28 Maret 2011 Pukul: 11.15
[5]http://erliyan.wordpress.com/2011/02/03/anaximandros/yang-tak-terbatas%/.
Diakses 28 Maret 2011, 11.15 WIB
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Anaximandros/.
Diakses 28 Maret 2011, 11.15 WIB
[7] http://thebiografis.wordpress.com/2010/08/02/anaximandros-610-%E2%80%93-547/
Diakses 28 Maret 2011, 11.15 WIB
[8] Ibid.
[9] http://erliyan.wordpress.com/2011/02/03/anaximandros/yang-tak-terbatas%/.
Diakses 28 Maret 2011, 11.15 WIB
[10] http://id.wikipedia.org/wiki/Anaximenes.
Diakses 28 Maret 2011, 11.15 WIB
[11] http://id.wikipedia.org/wiki/Anaximenes.
Diakses 28 Maret 2011, 11.15 WIB
[12] http://thebiografis.wordpress.com/2010/08/02/anaximenes-545-sm/
Diakses 28 Maret 2011, 11.15 WIB
[13] http://gworggokil.wordpress.com/2010/07/08/anaximenes/
Diakses 28 Maret 2011, 11.15 WIB